Naskah Burhanuddin Soebely Tanah Air Mata Zian 0 Comments KOOR MAMANG Dangar-dangar kami mahiyau Dangar-dangar kami manyaru Ikam turun dikukus manyan Ikam turun dikukus dupa ANAK KECIL Ada sebuah negeri, tempat kebaikan dan kejahatan bisa dirakit jadi suatu bentuk keselarasan. Ada sebuah negeri, tempat ketidak jujuran dipelihara bersama. Sementara berjuta pengeras suara mengumandangkan pembangunan, kemakmuran dan kesejahteraan. KOOR MAMANG Dangar-dangar kami mahiyau Dangar-dangar kami manyaru Ikam turun dikukus manyan Ikam turun dikukus dupa PEREMPUAN I Dalam nada keluh yang kemudian meningkat menjadi teriakan serak bercampur sedu Duh, Ning Diwata[1], dari balik meja-meja berkilat, para petinggi merasa amat tahu apa yang kami perlukan. Mereka mengira kami kesepian di ceruk gunung. Mereka mengira kami terasing di tengah rimba. Maka mereka babat hutan-hutan. Mereka runtuhi gunung-gunung. Mereka bangun jalan raya. Mereka dirikan rimba beton. Lalu mereka tuntun kami ke dunia yang mereka beri nama kemajuan. Mereka tak tahu, ya, Ning Diwata, bahwa di tengah yang mereka sebut kemajuan itu kami justru merasa terasing dan merasa kesepian. ANAK KECIL Paman Lamut…Paman Lamut. Aku mendengar suara, jerit hewan terluka. Ada orang memanah rembulan. Anak burung gugur dari sarangnya[2] Sepi sejenak. Lalu perlahan masuk suara koor mendaraskan mamang/litani. KOOR MAMANG iiii…lah nang manggaduh tihang aras mula jadi nang manggaduh tihang aras mula ada iiii…lah turunan di gantang amas di gantang kaca turunan di gantang intan di gantang sari iiii…lah langit baputar langit baguncang langit bacampin tanah bagana bakumpang hati carincing gading iiii…lah baganti kulit baganti urat baganti daging basamban darah batunggang angin ANAK KECIL Kami bukanlah raja di bukit-bukit, bukan pula raja di hutan-hutan. Kami adalah anak-anak bukit, bocah-bocah hutan. Bentangan bukit berikut hutan-hutannya telah melahirkan, mengasuh, dan menghidupi kami. Gemercik air di pancur-pancur, suara-suara margasatwa, desir angin di daun-daun, gemerisik ranting-ranting, menjadi tembang kehidupan, indah berpadu dengan tembang nina bobo. PEREMPUAN I Tapi siapakah mereka yang menyesap sanginduyung[3], menebarkan bau bunga cendana di petanahan purba wadah semaian asa? Siapakah mereka yang merobeki rahim ibu bumi dan mengangkuti belulang moyang kami? PEREMPUAN 2 Duh, Ning Diwata, keganasan chain saw telah menciptakan musik rak-rak-gui. Mengalun dari waktu ke waktu. Bahkan dalam tidur pun musik itu terus mengumandang, bersabung konser kecemasan. ANAK KECIL Wahai, tuan-tuan, apalagi yang tersisa? Di mana lagi kami semaikan asa? Bukit-bukit tiada, hutan-hutan tiada, huma-huma tiada, kebun-kebun tiada. Tanah-tanah rekah mengalirkan nanah, pancur-pancur jelaga, sungai-sungai berbisa. Terdengar lengking tangis bayi. Kain-kain hitam perlahan berubah menjadi ayunan. PEREMPUAN I Menyanyi guring-guring anakku guring guring diakan dalam ayunan guring-guring anakku guring matanya kalat bawa bapajam B L A C K O U T EPISODE SATU PEREMPUAN 1 Genap sudah tujuh senja aku melihat Halang Sapah[4] berkulik panjang sembari terbang memutari perkampungan dalam tujuh pusingan pulang-balik. Kulikan itu mirip ratapan. Dan bagi telingaku seakan bunyi gong, gendang dan serunai yang mengalun mengiringi upacara kematian. LAKI-LAKI Apa kau pikir itu merupakan pertanda akan datangnya bencana? PEREMPUAN 1 Entahlah, tapi hatiku terasa tak nyaman. Sudah beberapa malam ini aku sukar tidur. PEREMPUAN 2 Ke arah Balian 1 Adakah pantangan-pantangan yang dilanggar oleh warga kita? Atau pelanggaran adat dan kejahatan yang tidak kita berikan hukuman? BALIAN[5] 1 Tidak ada. LAKI-LAKI Lalu kenapa Ning Diwata seakan siap menurunkan kutuk pada kita? BALIAN 2 Pertanyaanmu itu adalah pertanyaan di hati kami juga. Entah kenapa kemauan alam sekarang sukar ditebak, bahkan hitungan pergantian musimnya pun seakan tak lagi berlaku. BALIAN 1 Kepada Damang Damang, apa pikirmu tentang semua ini? DAMANG Bagiku bencana itu sudah lama tiba. Sepertinya kita cuma tinggal menunggu waktu. PEREMPUAN 3 Maksud, Damang? DAMANG Ketika para petinggi memutuskan untuk membangun kawasan ini, mereka agaknya lupa untuk lebih dahulu mempersiapkan orang gunung seperti kita agar bisa menerima pengaruh kemajuan tanpa harus kehilangan pegangan dalam menilai. PEREMPUAN 3 Keadaan yang dikatakan Damang itu membuat rasa kebenaran, rasa kebaikan, rasa keindahan, yang di waktu lalu tersimpul erat dengan sekian pamali dan ujaran leluhur, sekarang terasa melonggar. PEREMPUAN 1 Yah, orang-orang muda kita yang awam cepat sekali tergoda dengan segala yang menyilaukan. BALIAN 1 Yah, kemajuan kadang diartikan orang dengan keberlebihan semata, sementara keimanan kita, adat kita, tidak mengajarkan keberlebihan itu. Semua yang berlebih kita kembalikan kepada Ning Diwata melewati alam dan kehidupan. PEMUDA 1 Dari luar panggung Damang! MUSIK KANJAR Pemuda 1 masuk panggung PEMUDA 1 Damang, kami ingin tahu jawabanmu tentang persoalan yang kami sampaikan kemarin. DAMANG Jawabanku masih tetap seperti semula. PEMUDA 1 Jadi Damang tetap tak memberi ijin pada kami untuk berangkat ke balik gunung itu? DAMANG Ya, itu bukan penyelesaian yang terbaik. PEMUDA 1 Rupanya Damang tak lagi berpikir tentang keselamatan perkampungan dan kehidupan puak Tingang ini. DAMANG Justru keselamatan dan kesejahteraan kitalah yang terus kupikirkan. PEMUDA 1 Lalu, kenapa Damang tak memberi ijin pada kami untuk menghentikan tindakan orang-orang di balik gunung itu? DAMANG Tindakan mereka memang harus dicermati, tetapi bukan dengan cara menindas ancaman lewat kekerasan, apalagi melalui bentrokan. PEMUDA 1 Kita bertindak karena kita telah dipaksa oleh keadaan. Kita telah turuti anjuran para petinggi agar tak lagi bercocok tanam dengan menggunakan ladang berpindah demi lestarinya alam dan lingkungan kita. Tapi para petinggi itu justru tak mengambil tindakan apa-apa ketika orang-orang di balik gunung sana terus menggunduli hutan-hutan tanpa berusaha menanaminya kembali! DAMANG Aku tengah memikirkan… PEMUDA 1 Memotong cepat Berpikir? Berpikir apalagi? Berpikir dan terus berpikir sementara lingkunga kita kian hari kian terancam. Setiap saat kawasan pegunungan ini digerogoti. Orang di balik gunung itu juga membabat hutan-hutan dengan semena-mena, membabi buta. Hutan-hutan yang kita keramatkan juga mereka babat. Akibatnya para pujut para sangiyang di hutan itu marah sehingga banyak warga puak kita sakit atau meninggal. BALIAN 1 Mau kalian sebenarnya bagaimana? PEMUDA 1 Kami hendak memberikan teguran kepada orang-orang itu. Kalau mereka tidak juga memperhatikan maka kami akan memberikan teguran dengan runcingnya tombak, tajamnya mandau, atau melesatnya damak sumpitan. Tapi Damang tak mengijinkan! BALIAN 1 Damang benar. Negeri ini punya hukum. PEMUDA 1 Apa orang-orang yang ada di balik gunung sana peduli dengan hukum? BALIAN 1 Tak seorang pun yang kebal terhadap hukum. PEMUDA 1 Hukum kadang juga diperdagangkan orang! BALIAN 1 Terkutuklah orang yang memperdagangkan hukum itu! PEMUDA 1 Kutuklah mereka! Sumpahi mereka! Seribu kutuk, sejuta sumpah takkan membuat mereka jera! DAMANG Diam! Orang-orang puak Tingang adalah orang yang berguru kepada alam. Adat kita mengutamakan kejujuran, keberanian, kegagahan dan kebijaksanaan. Keberanian tanpa kejujuran hanyalah melahirkan manusia-manusia angkara. Kegagahan tanpa kebijaksanaan cuma membentuk insan-insan buas. Dan kita bukan manusia angkara, bukan pula insan-insan buas. Semua itu harus kalian tanamkan dalam-dalam di lubuk hati, di segenap padang pikir dan rasa, sebab tanpa hal-hal semacam itu maka kalian bukanlah seorang puak Tingang! Melihat sikap dan mendengar tutur Damang yang penuh perbawa, para pemuda mulai melunak. PEMUDA 1 Lalu, apa yang harus kita lakukan? DAMANG Lusa aku akan ke kota, menyampaikan keluhan kita pada para petinggi. PEMUDA 1 Apa? Bicara? Aahh…suara orang udik, suara orang awam, suara dari bawah, mana mungkin didengar oleh para petinggi? Mana mungkin diperhatikan? DAMANG Pasti didengarkan, pasti diperhatikan, sebab kita juga adalah bagian dari negeri ini, bagian yang wajib untuk diayomi. PEMUDA 1 Agak sinis Yaaahh…kitalah yang selalu mereka pikirkan. Terdengar tangis bayi. PEREMPUAN I Menyanyi Kur sumangat, si bintang timur si bintang timur Lakas bapajam lakasi guring PEMUDA 1 Masih dalam nada sinis Dan tangisan bayi itulah salah satu hasilnya. Ketika terjadi pembangunan kawasan dan pengusahaan hutan-hutan terjadi pulalah wabah perkawinan antara gais-gadis puak Tingang dengan para pendatang. Tapi pendatang-pendatang itu kemudian minggat begitu saja. Tertinggallah istri-istri tanpa suami. Tertinggallah anak-anak tanpa ayah. Anak-anak yang tumbuh bagai pokok-pokok liar di hutan, tak tahu berasal dari buah pohon yang mana. PEMUDA 2 Dari luar panggung Damang ! MUSIK ; KANJAR pemuda 2 masuk panggung PEMUDA 2 Damang, aku barusan datang dari kota. Seorang petugas menitipkan surat ini. Menyerahkan sepucuk surat Damang menerima surat itu lalu membacanya. Sesaat kemudian wajah dan sikapnya berubah. DAMANG Membaca surat Demi kemakmuran bersama maka seluruh puak Tingang diperintahkan agar segera bersiap untuk meninggalkan perkampungan yang dihuni selama ini. BALIAN 2 Apa? Kita harus meninggalkan tanah leluhur ini? Meninggalkan kawasan yang telah menghidupi kita lebih dari tujuh keturunan ini? DAMANG Tak peduli pada ucapan Balian 2, terus membaca surat Berdasar foto udara, kawasan puak Tingang termasuk tanah milik negara. Kawasan puak Tingang akan dialih fungsikan. Di situ akan dijadikan areal pertambangan batu bara. Sebagian lagi akan dijadikan areal perkebunan kelapa sawit, dan sebagian lagi untuk objek wisata. Proyek alih fungsi itu nilai ekonomisnya amat tinggi, amat berguna bagi kemakmuran bersama. PEREMPUAN 1 Kemakmuran? Adakah kata manis yang lebih pahit dari itu? Kata yang demikian menyihir! Kata yang begitu berkuasa, bahkan mampu menjajah mimpi-mimpi! Kata yang akan membuat sebuah perkampungan menjadi masa lalu! DAMANG Terus membaca surat Pahamilah maksud baik kami ini. PEMUDA 1 Maksud baik? Maksud baik untuk siapa? DAMANG Meledak tiba-tiba Ya, maksud baik untuk siapa? Belum cukupkah maksud baik yang mereka hempaskan pada diri kita? menindih bahu-bahu kita yang telah ringkih! Kemakmuran di satu pihak, dan pengorbanan di pihak kita, manusia-manusia yang telah dinilai sebagai sekumpulan orang yang kehilangan rasa sakit, yang ketawa-ketawa dari perahan kenyerian, yang kebal terhadap penderitaan karena bisa menikmatinya! PEREMPUAN 1 larut dalam emosi Damang Dan sekarang kita digiring lagi ke altar pengorbanan, meninggalkan leluhur-leluhur kita yang telah berkubur, meninggalkan sanginduyung-sanginduyung yang tegak di bukit-bukit, meninggalkan semua yang telah menjadi milik kita setelah kita kucurkan keringat, darah dan air mata! DAMANG Laksanakan upacara! Bentangkan jalan untuk aku masuk ke alam sangiyang! Aku hendak membaca tanda-tanda zaman! MUSIK TANDIK BALIAN Tarian upacara berlangsung. Pada gerak persembahan ke arah langgatan, musik tiba-tiba mati, yang terdengar cuma bunyi gong beragam nada yang dipukul satu-satu dan bunyi gemerincing galang hiyang para balian. Seiring dengan itu lampu padam. Dalam kegelapan terdengar para balian mendaraskan mamang/litani. KOOR BALIAN iiii…lah di langit batampa urang di tanah batampa dadi di langit bajunjung kaca di tanah baruntai anggit. PEREMPUAN 1 Dari luar panggung Apa yang kautemui? DAMANG Sarang angin! PEREMPUAN 1 Lepaskan Hakikat diri. Masuki sarang angin MUSIK TANDIK BALIAN SUARA Dari luar panggung Apa yang kau temukan? DAMANG Samudera cahaya. SUARA Seberangi. MUSIK TANDIK BALIAN SUARA Apa yang kautemukan? DAMANG Mahligai kesunyian. SUARA Apa isi mahligai kesunyian? DAMANG Angka-angka. SUARA Kenapa mahligai kesunyian penuh dengan angka-angka? DAMANG Hampir semua orang yang memasuki mahligai kesunyian senantiasa bermaksud membolak-balik angka-angka. SUARA Memotong cepat Kita tidak memerlukan angka-angka! Susupi mahligai kesunyian! Mamang menari tandik balian dengan cepat SUARA Apa warna yang kau suka ?? DAMANG Hijau !! SUARA Mengapa kau menyukai warna hijau ?? DAMANG Mengingatkanku pada alam !! SUARA Apa warna yang kau benci ?? DAMANG Merah !! SUARA Mengapa kau membenci warna merah ?? DAMANG Mengingatkanku pada darah !! Diucapkan berulang sebanyak tiga kali SUARA Apa warna yang kau suka ?? DAMANG Merah !! SUARA Mengapa kau menyukai warna merah ?? DAMANG Mengingatkanku pada alam !! SUARA Apa warna yang kau benci ?? DAMANG Hijau !! SUARA Mengapa kau membenci warna hijau ?? DAMANG Mengingatkanku pada darah !! Diucapkan berulang sebanyak tiga kali DAMANG Ooo, warna-warna senja kala! Pohon-pohon yang tercerabut bersama akar-akarnya! Pohon-pohon yang melintang dan membusuk di jalan waktu! Akankah kubiarkan perkampungan tenggelam dalam air mata, ataukah harus kukibarkan bendera perlawanan? B L A C K O U T EPISODE DUA Panggung redup. Ada anak kecil di situ. Samar kelihatan Damang, terkulai. ANAK KECIL Paman Lamut…Paman lamut. Mereka masukkan Damang itu ke dalam sel yang gelap. Tanpa lampu, tanpa lubang cahaya. Ada hawa tapi tak ada angkasa. Ooo, pengab. Dia pandangi dinding-dinding yang mengurung, lalu… DAMANG aku terpisah di balik kabut tak bertepi secarik kabar darimu akan sangat berarti di sini cuma ada bangku tidur yang dingin dan selalu saja ada penuh ratusan nyamuk seakan suara rakyatku ANAK KECIL Dia bernyanyi. Entah untuk melepas rasa sepi, entah untuk membuang rasa nyeri, entah untuk melonggarkan cekikan putus asa. Paman Lamut…Paman Lamut….di mana letaknya keadilan? Anak kecil keluar panggung B L A C K O U T DAMANG Aku terkurung dalam sel gelap. Suara tercekat hanya dapat menjerit tangis rangrang akan jiwa moyang-moyang yang teriris. Nyanyian rak-rak gui sintuk manampiring bahumbalang. Pusaka tanah air jadi tanah air mata. Sayup-sayup orang bernyanyi DAMANG Tanah air mata Tanah tumpah darahku Mata air air mata kami Air mata tanah air kami Disinilah kami berdiri Menyanyikan air mata kami Dibalik gembur subur tanahmu Kami simpan perih kami Dibalik gembur subur tanahmu Kami coba sembunyikan derita kami Kami coba simpan nestapa kami Kami coba kuburkan dukalara Tapi perih tak bisa sembunyi Ia merebak kemana-mana Hijau ku kini jadi darah Merah ku jadi luka bercucuran nanah[6] Keterangan [1] Ning Diwata = Yang Maha Kuasa dalam kepercayaan Dayak Meratus [2] Penggalan puisi Rendra. [3] Bilah-bilah bambu runcing yang ditancapkan di sekeliling kubur, dipercaya jadi penangkal makhluk jahat. [4] Halang Sapah = elang berbulu merah, dipercayai sebagai pembawa pertanda kematian. [5] Balian = dukun, penghubung dengan alam supranatura [6] Penggalan puisi Sutardji Calzoum Bachri Sumber
TanahAir Mata Oleh : Sutardji Calzoum BachriTanah airmata tanah tumpah dukakumata air airmata kamiairmata tanah air kamidi sinilah kami berdirimenyanyikan airmata kamidi balik gembur subur tanahmukami simpan perih kamidi balik etalase megah gedung-gedungmukami coba sembunyikan derita kamikami coba simpan nestapakami coba kuburkan555 Contoh Puisi Tentang Tanah Air Ku Indonesia (Lengkap) Alam Puisi در توییتر “Siapa cinta anak, jangan jual tanah sejengkal. Siapa cinta tanah air, jangan lupakan bunda meninggal. Siapa ingat hari esok, mesti sekarang mulai menerjang. ~Ramadhan K. H #puisi #sajak # Republika, 15 Maret 1998) 1.
Tanah air mata tanah tumpah dukaku mata air air mata kami air mata tanah air kami di sinilah kami berdiri menyanyikan air mata kami di balik gembur subur tanahmu kami simpan perih kami di balik etalase megah gedung-gedungmu kami coba sembunyikan derita kami kami coba simpan nestapa kami coba kuburkan duka lara tapi perih tak bisa sembunyi ia merebak kemana-mana bumi memang tak sebatas pandang dan udara luas menunggu namun kalian takkan bisa menyingkir ke mana pun melangkah kalian pijak airmata kami ke mana pun terbang kalian kan hinggap di air mata kami ke mana pun berlayar kalian arungi airmata kami kalian sudah terkepung takkan bisa mengelak takkan bisa ke mana pergi menyerahlah pada kedalaman air mata 1991 Puisi ditulis oleh Sutardji Calzoum Bachri Tanahairmata tanah tumpah dukaku mata air airmata kami airmata tanah air kami di sinilah kami berdiri menyanyikan airmata kami di balik gembur subur tanahmu kami simpan perih kami di balik etalase megah gedung-gedungmu kami coba sembunyikan derita kami kami coba simpan nestapa kami coba kuburkan duka lara tapi perih tak bisa sembunyiKeindahanpuisi yang ditulis dengan sepenuh hati mampu membuat pembaca larut dalam maknanya. Puisi dengan tema kemerdekaan biasanya mengandung unsur nasionalisme dan cinta tanah air untuk menunjukkan perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan.. Puisi kemerdekaan bertujuan untuk membangkitkan semangat para pembaca
Puisi Naskah Drama; Artikel; Galeri Foto; PTK; Media Pembelajaran; Download; Jumat, 10 April 2015. Engkau jemput segenggam tanah lempung tak berarti. Dan kau ciptakan sebuah kendi adiluhur. Puisi Air Mata Ibu Pertiwi; Puisi Kepada Anak Nakal; Puisi Jeritan Budaya Negeriku;y8UgS.